“Di dunia ini gak ada yang abadi, Fan.” Benak gua bicara pada diri sendiri.
Banyak suatu perpisahan yang gua rasakan dan selalu punya kesan yang harus selalu gua ingat diakhir kisah itu.
Jujur, rasanya kecewa itu gak enak lho.
Apalagi kalo gak bisa ngebuang ingatan
tentang moment berharganya. Nggak tega, kayak harus buang emas ke tempat sampah.
Seandainya kenangan bisa dijual gapapa deh, dapet duit.
Biarinlah, gua harus rela. Rela bukan udah siapa-siapanya lagi, rela udah dibuang waktunya, rela buat gak ngobrol seru-seruan lagi, rela..wan bencana alam. Pokoknya gitu deh. Gua gak bisa berkata-kata lagi, hanya bisa menyentuh satu persatu tombol di keyboard membuat serangkaian kata-kata yang menggambarkan bahwa gua kecewa tanpa bisa menyentuh dia lagi, mungkin gua bisa anggap keyboard ini adalah dia. Tapi sayang.. yang gua ketik dikeyboard malahan “<///3”. Lebay sih emang.
Waktu gua masih memelihara burung dara, gua berani untuk ngelepasnya jauh-jauh dan kembali lagi kepada gua. Sekarang yang harus gua lepas bukan hanya sekedar burung dara dan gua harus ngelepasnya jauh-jauh dengan harapan dia gak akan kembali lagi kepada gua. Karena gua belum pantas menjaganya, atau.. memeliharanya.
Gua udah males deh kayanya, hanya berputar disatu titik yang sama pada porosnya tinggal menunggu porosnya rusak terus gak bisa muter lagi (ngerti kan maksud gua?). Cerita ini kayaknya usai deh karena udah gak ada lagi yang saling memiliki. Cerita ini kayak film yang abis ditengah jalan, nggak happy ending, kalo diputer ulang pasti ceritanya sama aja. Bye..